PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA PENDEDERAN IKAN PATIN (Pangasius djambal)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.             Latar Belakang

Ikan jambal siam (Pangasius djambal) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang relatif baru bagi komoditas ikan di Indonesia. Ikan jambal siam diintroduksi ke Indonesia tahun 1980 dan mulai dikembangbiakan tahun 1983. Karena rasa dan struktur dagingnya sesuai dengan selera masyarakat, ikan ini cepat dikenal di masyarakat Indonesia. Di Indonesia ikan jambal siam dikenal juga dengan nama ikan patin.

Dengan meningkatnya permintaan masyarakat terhadap ikan patin ini, maka sangat penting budidaya ikan patin secara intensif. Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah faktor kualitas air. Dimana kualitas air sangat berperan penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan patin.

Parameter kualitas air yang baik untuk budidaya ikan patin baik adalah pH 6,5 – 7, oksigen terlarut (DO) 5,12 – 6-40 ppm, suhu 28 – 31 0C, dan amoniak 0,1 – 0,3 mL/liter air.

1.2.            Perumusan Masalah

Pada budidaya ikan patin sering kali mengalami kegagalan karena faktor kualitas air. Kualitas air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan survival rate benih ikan patin. Penelitian ini ingin melihat kualitas air yang cocok untuk pendederan ikan patin.

1.3.  Tujuan

  1. Mengetahui kualitas air yang cocok untuk pendederan ikan patin.
  2. 1

     

    Meningkatakan kemampuan mahasiswa dalam menyajikan karya inovatif hasil risetnya pada bidang agroindustri melalui laporan dan seminar.

  1. Meningkatkan kreatifitas mahasiswa melalui proses pengalaman belajar dengan metode penyelesaian proyek kerja.

1.4.            Ruang Lingkup Kegiatan

Kegiatan pengamatan dalam pengelolaan kualitas air pada pendederan ikan patin ini hanya melakukan kegiatan yang berkaitan dengan judul yang diambil dan bertujuan untuk melihat laju pertumbuhan yang selanjutnya akan mengetahui hasil SR.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.        Biologi Ikan Patin

2.1.1.  Morfologi Ikan Patin

Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak pada bagian perut dan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm dengan bobot 30 kg, ukuran yang cukup besar untuk ikan air tawar domestik. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak di sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut pendek yang fungsi sebabagai peraba.

6

9

8

1

10

4

3

5

 

2

7

 

 

                                  Gambar 1. Morfologi Ikan Patin

Keterangan :

 

  1. Sungut
  2. Mulut
  3. Mata
  4. Tutup Insang
  5. Sirip Punggung
  6. Sirip Lemak
  7. Sirip Ekor
  8. Sirip Dubur
  9. Alat Kelamin/Anus
  10. Sirip Dada

 

 

3

Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar disebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip punggung terdapat tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil. Adapun sirip ekornya membentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin tidak memiliki sisik. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 33 jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil.

Warna punggung abu-abu kehitaman pucat pada bagian perut dan sirip transparan. Perut lebih lebar dibanding dengan panjang kepala dan jarak sirip punggung ke ujung mulut relatif panjang.

Ciri-ciri morfologi patin jambal menurut (Khairuman 2007), kepala relatif panjang melebar ke arah punggung, mata berukuran sedang pada sisi kepala, lubang hidung relatif besar, mulut subterminal, relatif kecil dan melebar ke samping, gigi tajam dan sungut mencapai belakang mata, jarak antara ujung mulut isthimus (celah pada hulu kerongkongan) lebih besar 10% dari pada panjang mulut, dan memiliki 39 tapis insang pada lengkung insang pertama

Warna punggung abu-abu kehitaman pucat pada bagian perut dan sirip transparan. Perut lebih lebar dibanding dengan panjang kepala. Jarak sirip punggung ke ujung mulut relatif panjang

Klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut (Blecker, 1846):

Ordo                     : Ostarioplaysi.

Subordo               : Siluriodea.

Famili                   : Pangasidae.

Genus                   : Pangasius.

Spesies                 : Pangasius djambal.

Kerabat ikan patin yang ada di Indonesia umumnya memiliki ciri-ciri keluarga Pangasidae pada umumnya, yaitu bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik. Terdapat patil pada sirip punggung dan dadanya. Sirip duburnya panjang dimulai dari belakang dubur hingga pangkal sirip ekor.

Kerabat patin di Indonesia terdapat cukup banyak, diantaranya Pangasius polyuranodo (ikan juaro), Pangasius macronema (ikan rios, riu, lancang), Pangasius micronemus, Pangasius nasutus (pedado), Pangasius nieuwenhuisii (lawang).

2.1.2. Kebiasaan Makan dan Jenis Makanannya

2.1.2.1.  Kebiasaan Makan

Ikan patin mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam (bottom feeder). Berdasarkan jenis pakannya, ikan patin digolongkan sebagai ikan yang bersifat omnivora (pemakan segala). Namun, pada fase larva, ikan patin cenderung bersifat karnivora. Pada saat larva, ikan patin bersifat kanibalisme atau bersifat sebagai pemangsa. Oleh karena itu, ketika masih dalam tahap larva, pemberian pakan tidak boleh terlambat (Mahyuddin 2010).

2.1.2.2.  Jenis Makanan

Pada kegiatan budidaya, makanan ikan patin akan berubah sejalan dengan pertambahan umur dan perkembangannya. Larva ikan patin yang berumur 0-2 hari, belum diberi pakan tambahan. Karena masih mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur (yolk) yang menempel diperut. Umur 2-7 hari, larva ikan patin diberi pakan naupli Artemia sp. Umur 7-15 hari larva ikan patin diberi pakan cacing sutera atau Tubifex sp. Sementara itu, benih ikan patin mulai umur 15-30 hari sudah dapat diberi pakan pelet berbentuk tepung dengan kandungan protein minimal 40% (Mahyuddin 2010).

2.2.  Habitat

Ikan patin ini dapat ditemukan pada beberapa jenis perairan tawar seperti waduk, sungai, danau, dan muara sungai. Ikan patin lebih sering hidup didasar perairan daripada permukaan perairan.

Namun dengan perkembangan yang meningkatnya permintaan masyarakat, dilakukan budidaya yang memerlukan penyesuaian lingkungan. Ikan patin dapat tumbuh dengan baik sesuai persyaratan kualitas air yang baik. Ikan patin memiliki pertumbuhan yang baik pada suhu 28-310C. Untuk meningkatkan / menstabilkan suhu air dapat menggunakan water heater.

Kualitas air sangat berhubungan erat dengan kelangsungan hidup ikan patin di bak pendederan. Parameter kualitas air yang baik untuk  dilakukannya budidaya ikan patin. Kandungan oksigen terlarut 5,12 – 6,40 ppm, derajat keasaman (pH) 6,5 – 7, kemudian suhu 28-31 0C,  amoniak (NH3) yaitu 0,1-0,3 mg/liter, dan salinitas 0 – 0,5 (Djariah 2001).

2.3.  Lokasi Budidaya

Penentuan lokasi untuk membangun (hatchery) membutuhkan beberapa pertimbangan, antara lain pertimbangan faktor sosial, faktor teknis, dan faktor pasar.

  • Faktor sosial

Faktor sosial di sekeliling bangunan (hatchery) pembenihan ikan yang perlu dipertimbangkan adalah tingkat pendidikan masyarakat, budaya masyarakat, pendapatan/pekejaan masyarakat, dan status tanah.

Tingkat pendapatan masyarakat di sekeliling calon bangunan (hatchery) berhubungan dengan tenaga kerja dan keamanan. Jika pendapatan masyarakat tinggi, usaha pembenihan ikan biasanya akan kesulitan mencari tenaga kerja sehingga biaya operasionalnya tinggi karena harus menggaji karyawan yang tinggi. Jika pendidikan masyarakat rendah, maka usaha pembenihan ikan juga mengalami kesulitan mencari tenaga kerja.

Status tanah yang akan digunakan untuk membangun hatchery harus jelas kepemilikannya. Banyak tanah di daerah memiliki status tanah sebagai ta ah adat atau warisan. Status tanah perlu mempertimbangan apakah tanah tersebut akan digunakan pemerintah atau pengembangan pemukiman, kawasan industri, perluasan kota, atau tempat kepentingan umum.

Tersedianya prasarana jalan dan listrik. Jalan dan listrik akan berpengaruh terhadap kelancaran usaha pembenihan ikan jambal siam. Jalan yang baik akan memperlancar pengangkutan sarana pembenihan dan benih yang dihasilkan. Sedangkan listrik digunakan untuk menggerakkan blower dan heater yang dibutuhkan pada pembenihan ikan jambal siam.

  • Faktor Teknis

Faktor teknis yang berpengaruh langsung terhadap kegiatan pembenihan ikan jambal siam meliputi ketersediaan sumber air, topografi, dan jenis tanah. Sumber air untuk hatchery dapat berasal dari sumur, mata air, danau, atau sungai. Di sekitar sumber air sebaiknya terhindar dari kegiatan industrri atau kegiatan lain yang dapat menyebabkan polusi air. Air yang baik untuk pembenihan ikan adalah air yang mengandung oksigen terlarut 6-8 ppm, amoniak dibawah 0,1-0,3 ppm, keasaman (pH), 6-8, dan kesadahan 40-100 ppm CaCO3.

Topografi lokasi bangunan hatchery sebaiknya datar. Lokasi yang datar akan memudahkan untuk mendesain hatchery dan lebih efisien dalam pembuatan hatchery tersebut.

  • Faktor Pasar

Tersedianya pasar di sekitar lokasi pembenihan ikan sangat membantu kelancaran usaha pembenihan ikan jambal siam. Tersedianya pasar akan memudahkan penyediaan kebutuhan operasional pembenihan ikan dan kebutuhan karyawan. Selain itu, pasar juga dapat sebagai tempat penjualan produksi (benih). Pasar dapat juga berarti konsumen benih ikan jambal siam. Dengan tersedianya pasar dan konsumen disekitar hatchery pembenihan jambal siam, maka pengusaha dapat menjual benih ikan jambal siam kepada petani pembesaran ikan jambal siam, (Perangin angin 2003).

2.4. Teknik Budidaya

Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar budidaya ikan patin dibagi menjadi 2 kegiatan yaitu pembenihan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang umumnya adalah benih selepas masa pendederan. Sedangkan kegiatan pemebesaran adalah upaya untuk menghasilkan ikan ukuran konsumsi.

2.4.1.  Pembenihan

Secara garis besar usaha pembenihan ikan patin meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

2.4.1.1. Pengelolaan Induk

Pengelolaan induk bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha pembenihan ikan. Produksi benih secara kontiniu berkaitan dengan jumlah induk dan fasilitas yang tersedia. Oleh sebab itu, rencana produksi benih dalam satu periode tertentu harus disesuaikan dengan fasilitas dan jumlah induk yang siap untuk dipijahkan. 

Usaha pembenihan ikan jambal siam (Pangasius djambal) memerlukan regenerasi induk. Induk yang tersedia adalah yang dewasa (matang gonad) dan calon induk. Induk dewasa pada waktu tertentu akan tua (afkir) sehingga induk yang diafkir dapat digantikan oleh induk muda. Induk jambal siam umumnya diafkir setelah 5-6 kali pemijahan.

Ketersediaan kolam berhubungan dengan pengelolaan induk. Induk dewasa ditempatkan pada kolam yang sama, sedangkan induk yang muda dipijahkan ditempatkan pada kolam yang berbeda dengan induk dewasa. Penempatan induk pada kolam yang berbeda bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan induk tersebut.

Peningkatan produksi benih ikan ditentukan oleh kualitas induk, kualitas lingkungan perairan, ketersediaan pakan alami, dan teknik pembenihan yang diterapkan. Induk yang baik akan menghasilkan benih yang baik. Sebaliknya, induk ikan yang jelek akan menghasilkan keturunan yang jelek pula. Selanjutnya, benih ikan akan memiliki pertumbuhan lebih baik bila air untuk pemeliharaan dan pakan yang diberikan memiliki kualitas yang baik.

2.4.1.2. Pemijahan Induk

Kegiatan pemijahan meliputi pemilihan induk, dan penyuntikan.

2.4.1.2.1. Pemilihan Induk.

Induk ikan jambal siam dapat dipijahkan setelah berumur 2-3 tahun. Pada umur tersebut, induk ikan jambal siam telah memiliki berat badan 2-5 kg/ekor. Ciri-ciri induk jambal siam betina adalah memiliki bentuk alat kelamin (urogenital) bulat dan perut relatif lebih mengembang dibandingkan dengan induk jantan. Sedangkan induk jantan memiliki kelamin (papila) yang menonjol dan bagian perutnya lebih ramping (Perangin angin 2003).

Induk betina ikan jambal siam yang matang gonad mempunyai ciri-ciri bagian perut membesar ke arah lubang genital, alat kelamin yang berwarna merah, membangkak, mengkilat agak menonjol, dan jika bagian perut diraba akan terasa lembek. Sedangkan ciri-ciri induk jantan yang dapat dipijahkan adalah bila bagian perut diurut ke arah anus akan keluar cairan putih dan kental (sperma).

Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah sebagai berikut :

a. Induk betina

  • Umur tiga tahun.
  • Ukuran 1,5–2 kg.
  • Perut membesar ke arah anus.
  • Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
  • Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
  • Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
  • kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam.

b. Induk jantan

  • Umur dua tahun.
  • Ukuran 1,5–2 kg.
  • Kulit perut lembek dan tipis.
  • Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.
  • Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. Induk Betina & Induk Jantan Yang Matang Gonad

2.4.1.2.2. Penyuntikan Induk

Kegiatan pemijahan ikan berkaitan dengan sistem reproduksi ikan. Sistem reproduksi ikan terdiri atas alat kelamin, gonad, kelenjar hipofisa, dan saraf yang berhubungan dengan perkembangan alat reproduksi. Sistem reproduksi tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain dan berinteraksi dengan kondisi lingkungan. (Sumantadinata dalam Perangin angin 2003), mengatakan bahwa reproduksi ikan dikendalikan oleh tiga sumbu utama, yaitu hipotalamus, hipofisa, dan gonad. Secara alami, sistem kerja reproduksi ikan dimulai dari keadaan lingkungan seperti suhu, cahaya, dan cuaca yang diterima oleh organ perasa dan meneruskannya ke sistem saraf. Selanjutnya, hipotalamus melepaskan GnRH (gonadotropinnreleasing hormon) yang bekerja merangsang kelenjar hipofisa untuk melepaskan GTH (gonadotropin). Gonadotropin akan berfungsi dalam perkembangan dan pematangan gonad serta pemijahan (Sumantadinata 1997).

Pemberian rangsangan hormon untuk proses pematangan akhir gonad, pengurutan untuk proses pengeluaran telur dan pembuahan dengan mencampur sperma dan telur. Bahan yang digunakan merangsang ovulasi pada ikan patin yang sudah dikenal seperti Antidopamin,  ovaprim, HCG dan Kelenjar hipofisa.

Tabel 1. Jenis dan dosis hormon, interval waktu penyuntikan, serta waktu ovulasi dalam pemijahan buatan ikan patin siam.

NO

Jenis Hormon

Dosis Total

Penyuntikan

Interval Waktu Penyuntikan

Waktu Ovulasi

I

II

1

Antidopamin

0,5 cc/kg

1/3

2/3

6 jam

6-8 jam

2

HCG

3000 iu

1/3

2/3

6 jam

6-8 jam

3

Kelenjar hipofisa

3-4

1/3

2/3

6   jam

6-8 jam

Sumber : Rahman Hakim, S.Pi

 

(Sumantadinata dalam Perangin-angin 2003), menyatakan bahwa reproduksi ikan dikendalikan oleh tiga sumbu utama, yaitu hipotalamus, hipofisa dan gonad. Secara alami sistem kerja reproduksi ikan dimulai dari keadaan lingkungan seperti suhu, cahaya dan cuaca yang diterima oleh organ perasa dan meneruskan ke sistem saraf. Selanjutnya hpotalamus melepaskan GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon) yang bekerja merangsang kelenjar hipofisa untuk melepaskan GTH (Gonadotropin). Gonadotropin akan berfungsi dalam perkembangan dan pematangan gonad serta pemijahan.

Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manipulasi hormon untuk kegiatan pemijahan dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan hipofisa dan pendekatan hipotalamus. Pendekatan hipofisa berperan untuk memacu ovulasi dan pemijahan. Pada kegiatan pemijahan pendekatan hipofisa induk ikan sudah matang gonad. Induk matang gonad tersebut disuntik kelenjar hipofisa atau hormon perangsang lainnya seperti ovaprim, chorulon dan sebagainya. Sedangkan pendekatan hipotalamus berperan memacu vitelogenesis pada awal perkembangan gonad sampai fase dorman dan merangsang pemijahan. Pada pendekatan ini induk ikan diimplantasi hormon. Implantasi hormon ke dalam tubuh induk ikan bertujuan untuk menyediakan hormon dalam pembentukan dan perkembangan gonad. (Sumantadinata dalam Perangin-angin 2003) menyebutkan bahwa pada proses pekembangan gonad membutuhkan ketersediaan gonadotropin secra terus-menerus. Dengan implantas hormon LHRH-a dan 17 @-metyl testosteron, gonad ikan bandeng dapat berkembang biak dan memijah dalam tangki serat gelas volume 30 m3.

 

 

 

 

 

Gambar 3.  Penyuntikan Induk Ikan Patin

Penyuntikan hormon dapat dilakukan dibeberapa titik diantaranya, pada bagian sirip ekor, sirip punggung dan sirip dada.

2.4.1.2.3. Striping

Jika induk siap ovulasi, tahapan selanjutnya adalah striping, proses striping harus dilakukan dengan cepat dan lembut. Oleh karena itu persiapan peralatan harus dilakukan dengan teliti sebelum kegiatan pembenihan dimulai.

Setelah 6 (enam) jam penyuntikan kedua kemudian dilakukan striping. Striping dilakukan dengan cara mengurut perut induk ikan dari arah perut ke lubang genital.

 

 

 

 

Gambar 4. Striping Induk Betina Ikan Patin

Kemudian induk jantan distriping untuk mengambil spermanya, sperma yang keluar ditampung pada wadah yang telah berisi telur. Striping untuk memperoleh sperma dilakukan dengan pijatan tangan sepanjang posisi testis pada abdomen jantan.

 

 

 

Gambar 5. Striping Induk Jantan Ikan Patin

2.4.1.2.4. Penetasan Telur.

Sebelum melakukan penetasan telur, peralatan dan wadah penetasan perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Wadah penetasan dapat berupa akuarium, bak, dan fiberglass. Wadah penetasan disanitasi terlebih dahulu dengan menggunakan detergen. Selanjutnya, wadah penetasan dibilas dengan air bersih, kemudian diisi air bersih yang berasal dari sumur atau sumber air lannya. Air yang dimasukan ke dalam wadah penetasan terlebih dahulu disaring menggunakan plankton net atau kain halus. Air untuk penetasan harus diberi aerasi secukupnya.

Alat yang dibutuhkan saat penetasan telur adalah automatic heater, aerator, dan akuarium/fiberglass, bak. Automatic heater dipasang pada wadah penetasan telur. Fungsi automatic heater adalah untuk menstabilkan suhu yang dikehendaki oleh telur ikan jambal. Aerator/blower berfungsi untuk mensuplai oksigen terlarut dalam air penetasan telur.

Sebelum diisi air, sebaiknya wadah penetasan dicuci dan disanitasi terlebih dahulu. Demikian juga, air yang akan digunakan untuk penetasan telur sebaiknya disaring terlebih dahulu. Selanjutnya, aerator dan automatic heater dipasang pada wadah penetasan yang telah berisi air. Suhu air pada wadah penetasan adalah 280-310 C.

Telur sperma ikan yang telah dicampur dan diaduk secara merata segera ditebarkan ke dalam wadah penetasan. Setelah bertemu air, sperma segera aktiv dan berenang untuk mendapatkan telur. (Sumantadinata dalam Perangin angin 2003) mengatakan bahwa suatu substansi yang disebut fertilizen merangsang spermatozoa berenang dan berusaha mencapai telur. Fertilizen tersebut berasal dari telur yang dikeluarkan saat telur dibuahi. Sperma yang tidak mencapai telur akan segera mati. Demikian juga, telur yang tidak dibuahi akan segera mati.

Telur yang telah dicampur sperma ditebar secara merata di dasar wadah penetasan dan diusahakan tidak ada telur yang menumpuk. Penebaran telur sebaiknya dilakukan sedikit demi sedikit agar tidak terjadi penumpukan telur. Telur yang menumpuk dapat mengakibatkan kematian telur dan larva lain yang menetas karena akan mempengaruhi kualitas air. Saat telur ditebar dan menyentuh air dalam wadah penetasan, sperma dan telur tersebut mulai aktiv. Pada waktu tersebut terjadi pembuahan telur oleh sperma. Telur yang dibuahi berwarna kuning kecokelat-cokelatan dan jernih. Sedangkan telur yang mati berwarna putih. Telur yang dibuahi akan menetas setelah 24-36 jam.

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah :

  • Kualitas telur. Kualitas telur dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan pada induk dan tingkat kematangan telur.
  • Lingkungan yaitu kualitas air terdiri dari suhu, oksigen, karbon-dioksida, amonia, dll.
  • Gerakan air yang terlalu kuat yang menyebabkan terjadinya benturan yang keras di antara telur atau benda lainnya sehingga mengakibatkan telur pecah.
  • Penetasan telur dapat disebabkan oleh gerakan telur, peningkatan suhu, intensitas cahaya atau pengurangan tekanan oksigen. Dalam penekanan mortalitas telur, yang banyak berperan adalah faktor kualitas air dan kualitas telur selain penanganan secara intensif.

 

 

 

 

 

Gambar 6. Menetaskan Telur

2.4.1.2.5. Pemeliharaan Larva.

2.4.1.2.5.1. Persiapan Wadah Perawatan Larva

Wadah yang dapat digunakan untuk pemeliharaan larva yaitu akuarium, bak fiber, bak semen, atau bak kayu. Yang perlu diperhatikan adalah ketinggian air media pemeliharaan larva sebaiknya tidak terlalu dalam atau tinggi, idealnya adalah 20-40 cm. Bila terlalu tinggi akan menyulitkan larva dalam mengambil oksigen dari udara, karena ikan patin sesekali akan mengambil oksigen dari udara meskipun kandungan oksigen terlarut dalam air cukup karena diberikan aerasi. Sebelum digunakan untuk pemeliharaan larva, wadah dicuci dengan deterjen hingga bersih kemudian dibilas dengan desinfektan seperti klorin, kaporit atau PK, kemudian dibilas dengan air bersih dan dibiarkan kering. Setelah benar-benar kering wadah dapat diisi dengan air bersih sebagai media pemeliharaan larva, pengisian air dilakukan sehari sebelum larva akan ditebar, kedalam wadah ditambahkan aerasi.

2.4.1.2.5.2. Pengelolaan Pakan Larva

Larva ikan patin dapat diberikan pakan berupa nauplius artemia setelah berumur 30-35 jam setelah menetas hingga larva berumur 7 hari, frekwensi pemberian pakan berupa nauplius artemia sebanyak 5 kali dengan interval waktu 4 jam sekali. Pada hari kedua dan ketiga sebaiknya frekwensi pemberian pakan ditingkatkan menjadi 6 kali dengan interval waktu 4 jam sekali, hal ini dikarenakan pada umur tersebut tingkat kanibalisme larva, sedangkan pada hari ke 4 hingga hari ke 7 frekwensi pemberian pakan kembali diturunkan menjadi 5 kali dengan interval waktu 4 jam sekali.

 

 

2.4.1.2.5.3. Pengelolaan Kualitas Air

Selama masa pemeliharan setiap pagi harus dilakukan penyiponan yang bertujuan untuk membuang feces ikan dan sisa-sisa pakan yang berlebih. Penyiponan dilakukan menggunakan selang kecil sebelum pemberian pakan di pagi hari, sekitar pukul 6:00 – 7:00 WIB pagi. Air siponan ditampung dengan menggunakan ember, hal ini untuk menampung larva yang mungkin ikut tersipon. Perlakuan untuk mengambil larva yang ikut tersipon adalah dengan memutar air pada ember agar kotoran mengumpul ditengah dan dapat dengan mudah sipon kembali, larva akan berenang melawan arus putaran air sehingga dapat dengan mudah diambil dengan menggunakan seser halus.

Penggantian air dilakukan pada hari ke 4 atau ke 5 masa pemeliharaan larva atau tergantung kondisi air, elanjutnya dapat dilakukan 2 hari sekali. Penggantian air dengan menggunakan selang yang telah diberi pengaman berupa jaring halus agar larva tidak ikut tersedot, setelah air berkurang dinding wadah bagian samping dan dasar dilap dengan menggunakan kain/spon bersih, setelah dirasa cukup bersih baru dilakukan penambahan air media dengan menggunakan air bersih yang telah diendapkan terlebih dahulu.

2.4.1.2.5.4. Pemanenan

Benih ikan patin bisa dipanen sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Setelah benih berumur 15 hari, ukuran benih sekitar ¾ inci dan siap untuk dipanen. Setelah semua larva dipanen, dihitung survival rate (survival rate = jumlah benih yang hidup dibagi jumlah larva yang ditebar x 100), jumlah artemia dan cacing yang digunakan untuk melengkapi form pemeliharaan larva. Selanjutnya benih tersebut didederkan dikolam, bak semen atau bak kayu. Pendederan selama satu bulan benih dapat mencapai ukuran 2-3,5 inchi.

 

Cara memanen benih adalah dengan mengurangi ketinggian air hingga tersisa 10 % dari ketinggian awal, kemudian benih diseser dengan menggunakan seser halus secara perlahan, lalu ditampung pada wadah sementara berupa ember untuk dihitung dan selanjutnya masuk ketahap pendederan benih pada wadah pemeliharaan yang lebih besar.

Setelah berumur lebih dari 7 hari larva diberikan pakan pengganti berupa cacing sutera (tubifek), cacing sutera yang diberikan harus dicincang terlebih dahulu hal ini karena ukuran bukaan mulut larva yang masih terlalu kecil.

2.4.2. Pembesaran Ikan Patin

2.4.2.1. Pembesaran Ikan Patin di Kolam Tanah

2.4.2.1.1. Pengolahan Dasar Kolam

Persiapan kolam meliputi pengeringan, pengolahan dasar kolam, perbaikan pematang, pemupukan dan pengapuran. Pengolahan dasar kolam dilakukan dengan mencangkul dasar kolam. Setelah di cangkul tanah dasar kolam diratakan. Setelah dasar kolam rata dibuat kemalir mulai dari pintu pemasukkan air sampai pintu pengeluaran air. Kemalir merupakan saluran di dasar kolam yang berfungsi untuk mempercepat pengeringan kolam, memudahkan pemanenan dan tempat berlindung benih ikan. Kemalir di buat dengan ukuran kedalaman 20 – 30 cm, lebar 50 cm dan panjang sepanjang ukuran kolam. Kolam yang luasnya 500 – 1000 m2, kemalir dibuat di pinggir dan tengah kolam.

Pengolahan dasar kolam bertujuan agar gas-gas beracun yang terdapat di dasar kolam menguap. Gas beracun tersebut berasal dari hasil penguraian bahan organik yang mengendap seperti sisa pakan, kotoran, pupuk dan lain-lain. Gas beracun tersebut dapat mempengaruhi kualitas air dan mengakibatkan kematian ikan.

Pengolahan dasar  kolam untuk pembesaran ikan patin perlu dilakukan karena dasar kolam yang diolah akan meningkatkan kesuburan kolam.  Dengan adanya pengolahan dasar kolam struktur tanah diperbaiki dan dengan terbaliknya tanah. Tanah akan menjadi lebih gembur, pori-pori tanah terbentuk sehingga udara akan mengisi pori-pori tersebut. Yang lebih penting lagi lapisan kedap air terbentuk sehingga rembesan air tidak terjadi. Pengolahan dilakukan dengan membentuk dasar kolam agak mering ke tengah ke arah kemalir. Cara pengolahan dasar kolam sama dengan pengolahan dasar kolam persiapan pemeliharaan di atas. Pada saat mengolah dasar kolam perbaikan pematang agar tidak bocor juga dilakukan, perbaikan pintu air masuk dan keluar juga dilakukan agar berfungsi dengan baik.

2.4.2.1.2. Perbaikan Pematang

Pematang yang rusak sering diakibatkan oleh belut, kepiting, dan  lain-lain. Belut dan kepiting sering merusak pematang dengan membuat lubang di dasar pematang. Lubang-lubang tersebut mengakibatkan kolam bocor. Kebocoran kolam mengakibatkan air kolam cepat menyusut juga benih ikan dapat keluar, oleh sebab itu perlu perbaikan pematang kolam.  Untuk menanggulangi hama  belut dan kepiting dapat menggunakan insektisida. Selain itu Kerusakan atau kebocoran kolam sering diakibatkan adanya bahan organik seperti kayu, rumput-rumputan yang ikut tertimbun, saat bahan organik mengalami pembusukan mengakibatkan kebocoran pematang. Penanggulangan hal tersebut dapat dilakukan dengan membongkar kembali dan membuang bahan organik maupun batu-batuan yang ter-dapat pada pematang tersebut.

2.4.2.1.3. Pemupukan dan Pengapuran

Pemupukan bertujuan untuk merangsang pertumbuhan plankton. Plankton yang tumbuh berupa fitoplakton dan zooplankton. Plankton merupakan pakan yang terbaik bagi benih ikan karena memiliki protein yang mudah dicerna. Pemupukan dapat menggunakan kotoran sapi atau ayam. Dosis pemupukan sebanyak 0,3 kg – 0,5 kg/m2. Pemupukan dilakukan setelah dasar kolam diratakan, dengan cara menebar pupuk kandang secara merata ke kolam.

Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan pH air kolam dan membasmi bibit penyakit. Kapur akan menjadi buffer atau penyangga pH jika terjadi fluktuasi. Dosis kapur digunakan sebanyak 0,2 – 0,4 kg/m2. Kapur disebar merata di dasar kolam.

Air kolam ditinggikan dengan menutup pintu pengeluaran air dan membuka pintu pemasukkan air. Air kolam dinaikkan setinggi 30 – 50 cm. Setelah setinggi tersebut pipa pemasukkan di tutup dan dibiarkan tergenang selama 5 – 7 hari. Hal ini bertujuan agar memberi kesempatan plankton atau pakan alami dapat tumbuh dan berkembang. Jumlah plankton akan mencapai puncaknya pada hari ke 7 – 8.

2.4.2.1.4. Penebaran Benih Ikan Patin

Benih ikan patin yang akan dibesarkan ditebar 7 – 8 hari setelah pengisian air. Diharapkan pada saat penebaran pakan alami sudah tersedia di kolam. Padat penebaran benih ikan patin 10 -15 ekor/m2. Benih ikan sebelum ditebar terlebih dahulu di lakukan aklimatisasi dengan cara wadah yang berisi benih dimasukkan ke dalam air kolam. Jika suhu air wadah penampungan benih lebih rendah dari suhu air kolam maka air kolam dimasukkan sedikit demi sedikit ke wadah penampungan sampai suhu kedua air tersebut sama. Selanjutnya benih ditebar dengan cara memiringkan wadah penampungan benih sehingga benih dapat keluar dengan sendirinya berenang ke kolam. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari pada saat suhu udara rendah.

 

2.4.2.1.5. Pemberian Pakan Ikan

Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan peliharaan. Jumlah pakan selalu ditimbang, 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang dipelihara (sampel).

2.4.2.2. Pembesaran Ikan Patin di Sistem Pen

Pen dalam bahasa Inggris berarti pagar; jadi sistem pen adalah budidaya ikan patin dalam suatu tempat yang sekelilingnya di batasi dengan pagar. Ukuran luas satu unit adalah lebar 5 meter, panjang 10 – 12 meter dan tinggi 5 meter. Konstruksi pen terdiri dari pagar keliling, pondok (rumah jaga) dan perahu. Sistem pen yang telah siap pakai belum tersedia di pasaran, sehingga harus dirancang dan dibuat sendiri, kecuali anyaman bambu untuk pagar dan perahu.

Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat pagar biasanya tersedia di sekitar lokasi, yaitu bambu bulat ukuran panjang 11 meter; bambu anyaman yang terdiri dari 2 macam ukuran yaitu ukuran panjang 5 meter dan tinggi 3 – 4 meter dan ukuran panjang 5 meter dan tinggi 1,5 – 2 meter; kayu pelawan ukuran panjang 6 – 7 meter dan tali nilon ukuran 4 mm atau tali plastik . Kayu pelawan berfungsi sebagai tiang yang ditancapkan ke dalam dasar sungai dengan jarak antara 30 – 50 cm, bambu anyaman ukuran 5 x 3 meter berfungsi sebagai pagar bagian bawah (dalam air) dan bambu ukuran 5 x 2 meter berfungsi sebagai pagar bagian atas yang diikat dengan nilon atau tali plastik pada masing-masing tiang pancang. Rancangan tinggi pagar harus memperhitungkan tinggi air pada musim hujan, untuk menghindari kemungkinan air di dalam pen melebihi tinggi pagar. Apabila banjir, bambu anyaman bagian atas dapat ditambah lagi.

Untuk setiap unit pen, di atasnya dibuat pondok (rumah jaga) berukuran 1,5 x 1,5 meter, tempat berlindung orang atau petugas pada waktu jaga di malam hari. Rangka pondok terbuat dari bambu dan kayu, lantai dan dindingnya terbuat dari bambu atau papan dan atap dari rumbia atau daun nipah. Selain pondok, dibuatkan jembatan dari bambu sebagai jalan penghubung untuk mengontrol atau memberi makan ikan. Setiap unit pen dilengkapi perahu terbuat dari kayu sebagai alat transportasi orang dan pakan.

 

 

 

Gambar 7. Pembesaran Sistem Pen

Padat penebaran merupakan hal penting yang harus diperhatikan pada saat menebarkan benih. Jika padat penebaran tinggi, dikhawatirkan terjadi kanibalisme terhadap ikan-ikan yang lebih lemah. Selain itu, ikan menjadi rentan terhadap penyakit akibat luka yang disebabkan oleh senggolan antar ikan atau senggolan dengan dinding pen. Padat penebaran juga harus memperhatikan keterkaitan antara jumlah ikan. Penebaran benih ikan patin di sistem pen dapat dilakukan secara langsung dengan membiarkan benih keluar dari jaring apung dengan sendirinya, tanpa aklimatisasi karena jaring pendederan di tempatkan dalam pen.

Pemberian pakan berupa pelet buatan pabrik pada sistem pen dilakukan sejak benih ditebar di transito sampai benih berumur 2 bulan. Pada umur ikan 3 bulan pemberian pakan berupa pelet buatan pabrik ditambah dengan pakan ramuan sendiri. Dosis pakan per 12.500 ekor penebaran pada bulan pertama adalah 50 kg, pada bulan kedua 150 kg dan pada bulan ketiga 300 kg. Setelah umur ikan lebih dari 3 bulan pakan yang diberikan hanya pakan ramuan sendiri. Bahan baku untuk pembuatan pakan ramuan sendiri mudah diperoleh dan banyak terdapat di sekitar lokasi pembesaran ikan. Pembuatan pakan buatan sendiri dilakukan setiap pagi dan pemberian pakan dilakukan sekali sehari pada sore hari.

2.4.2.3. Pembesaran Ikan Patin di Sistem Karamba

Karamba yang siap digunakan belum tersedia di pasaran, namun bahan-bahan pembuatan karamba cukup banyak tersedia di sekitar lokasi. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan karamba terdiri dari balok kayu dan bambu. Balok kayu berfungsi sebagai rangka dan bambu sebagai dinding dan penutup yang diikatkan dengan tali nilon pada rangka kayu. Bentuk karamba adalah kotak segi empat yang pada bagian bawahnya terbuka dengan ukuran panjang 4 meter, lebar 2 meter dan tinggi 1,5 meter. Penempatan karamba adalah 2/3 di dalam air dan 1/3 diatas permukaan air. Pada bagian tengah penutup karamba dibuat lubang terbuka berukuran 0,5 x 0,5 meter yang berfungsi sebagai tempat pemberian pakan dan pengontrolan ikan.

Di bagian dalam karamba dimasukkan jaring yang diikat pada dinding karamba, sebagai wadah penampung ikan patin yang dipelihara. Ukuran mata jaringnya lebih kecil dari ukuran benih ikan patin yang ditebar. Jaring ukuran tersebut sudah tersedia dan mudah dibeli di pasaran.

Karamba ditempatkan di pinggir sungai secara berkelompok dan setiap kelompok terdapat 20 – 40 karamba. Penempatannya secara berpasangan dan diantara pasangan karamba ditempatkan bambu bulat yang berfungsi sebagai tempat pengikat, sekaligus sebagai pelampung karamba. Di antara tiap karamba dibuat jalan penghubung dari papan kayu. Kedua ujung bambu tersebut di ikat pada tiang yang ditancapkan kedasar sungai sebagai penahan agar karamba tidak terbawa arus air sungai. Untuk setiap kelompok, diatas bambu pelampung dibuat pondok ukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 meter sebagai tempat berteduh bagi petugas yang jaga di malam hari. Rangka pondok terbuat dari bambu dan kayu, lantai dari bambu dan atap dari daun rumbia atau nipah.

 

 

 

 

 

Gambar 8. Pembesaran Sistem Karamba

Pada tahap pembesaran, ukuran benih yang ditebar di karamba minimal telah mencapai berat 50 gr per ekor atau panjang 2,5 – 3,5 inci. Benih yang ditebar sebaiknya memiliki ukuran yang sama dan seumur. Jika ada yang lebih besar atau lebih tua umurnya dikhawatirkan akan mendominasi benih lainnya, baik dalam persaingan hidup maupun persaingan mendapat makanan. Padat penebaran benih yang disarankan adalah sekitar 5 kg/m2. Padat penebaran sebanyak itu akan menghasilkan panen sekitar 30 – 40 kg/m2.

Agar ikan patin yang ditebar di karamba jaring apung tidak mengalami stress, penebaran benih patin sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu masih rendah. Penebaran dilakukan dengan aklimatisasi yaitu benih patin yang berada dalam kantong plastik pengangkutan di biarkan mengapung diatas air selama 5 – 10 menit. Selanjutnya kantong plastik dibuka dan ditambahkan air dari karamba jaring apung sedikit demi sedikit kedalam kantong sampai kondisi air di dalam kantong sama dengan kondisi air di dalam karamba jaring apung. Proses aklimatisasi ini selesai jika ikan patin di dalam kantong plastik keluar dengan sendirinya ke karamba.

Pemberian pakan berupa pelet buatan pabrik pada sistem karamba dilakukan sejak benih ditebar sampai saat ikan dipanen dengan jumlah pakan disesuaikan dengan umur ikan. Pemberian pakan dilakukan hanya satu kali pada sore hari. Dengan padat penebaran 1.250 ekor per karamba, pakan yang diberikan pada benih berumur 1-2 bulan adalah sebanyak 30 kg per bulan dan pada umur 3-6 bulan sebanyak 300 kg per bulan.

2.4.2.4. Hama Dan Penyakit Pada Pembesaran Ikan Patin

Pada pembesaran ikan patin hama yang mungkin menyerang antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung.  Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit non-infeksi adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.

Penyakit akibat infeksi Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) sehingga banyak benih patin yang mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Dalam usaha pembesaran patin belum ada laporan yang mengungkapkan secara lengkap serangan penyakit pada ikan patin, untuk pencegahan, beberapa penyakit akibat infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.

  • Penyakit Disebabkan Oleh Parasit 

Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian: menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang selama tiga kali dengan selang waktu sehari.

 

 

 

 

Gambar 9.Penyakit Disebabkan Oleh Parasit (White Spot)

  • Penyakit Disebabkan Oleh Jamur 

Penyakit jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar. Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya di pakai adalah malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m air (1 liter) selama 30 menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi, dan di ulang sampai tiga hari berturut- turut.

 

 

 

 

Gambar 10.  Penyakit Disebabkan Oleh Jamur

  • Penyakit Disebabkan Oleh Bakteri 

Penyakit bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah harus segera dimusnahkan. Sementara yang terinfeks, tetapi belum parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan.

Dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20 ppm selama 30–60 menit, Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5- 10 ppm selama 12–24 jam, atau merendam ikan dalam larutan oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.

  • Penyakit Disebapkan Oleh non-infeksi 

Penyakit non-infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi. Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan. Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan. – Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi, ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.

Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (I) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat. Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih. Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak selaput lendir tersebut.

2.4.2.5.  Pemanenan Ikan Patin

Penangkapan ikan dengan menggunakan jala apung akan mengakibatkan ikan mengalami luka-luka. Sebaiknya penangkapan ikan dimulai dibagian hilir kemudian bergerak kebagian hulu. Jadi bila ikan didorong dengan kere maka ikan patin akan terpojok pada bagian hulu. Pemanenan seperti ini menguntungkan karena ikan tetap mendapatkan air yang segar sehingga kematian ikan dapat dihindari.

Ikan patin yang dipelihara dalam hampang dapat dipanen setelah 6 bulan. Untuk melihat hasil yang diperoleh, dari benih yang ditebarkan pada waktu awal dengan berat 8-12 gram/ekor, setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700 gram/ekor. Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan jala sebanyak 2-3 buah dan tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 2-3 orang. Ikan yang ditangkap dimasukkan kedalam wadah yang telah disiapkan.

 

BAB III

METODOLOGI

3.1.  Tempat dan Waktu

Kegiatan tugas akhir  dilaksanakan pada tanggal 30 Januari 2012 s/d Maret di Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian Cianjur (PPPPTK CIANJUR).

3.2.  Alat dan Bahan

3.2.1.          Alat

  • Bak pendederan ikan Patin
  • pH meter
  • Thermometer
  • Selang
  • DO meter
  • Refraktometer

3.2.2.          Bahan

  • Benih ikan patin ukuran 0,75 inch
  • Air

3.3.  Strategi Pengambilan Data

Peneliti meninjau kualitas air pada pendederan ikan patin setiap 3 hari sekali dilakukan pada pagi hari dan melakukan penyiponan 50-60% (pergantian air) dan mengecek kadar amoniak yang berada dalam bak pendederan.

 

3.4.  Parameter dan Teknik Pengumpulan Data

29

 

Parameter pengukuran pertumbuhan pada ikan terdiri dari tiga, yaitu, pertumbuhan mutlak, pertumbuhan spesifik dan Survival Rate (SR). Pertumbuhan panjang adalah perubahan panjang ikan pada awal penebaran hingga saat pemanenan. Pertumbuhan mutlak adalah laju pertumbuhan total ikan. Pertumbuhan spesifik adalah laju pertumbuhan harian. Survival Rate adalahtingkat kelangsungan hidup selama masa pemeliharaan Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui observasi langsung dan pencatatan tahapan parameter pengamatan yang dilakukan di lapangan. Data yang diperoleh merupakan hasil dari kegiatan pengelolaan kualitas air. Selain itu pengumpulan data dapat dilakukan melalui studi literatur.

3.5.  Jadwal Pelaksanaan

No

Kegiatan

Januari

Februari

Maret

April

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

Pembekalan tugas akhir

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2

Penyusunan proposal tugas akhir

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3

Pelaksanaan tugas akhir

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4

Penyusunan laporan TA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5

Penyelesaian laporan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

6

Persiapan seminar tugas akhir

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

7

Perbaikan dan finishing laporan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

8

Penyerahan laporan tugas akhir

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

9

Konsultasi/bimbingan tugas akhir

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.6.  Pengolahan Data

Data yang diambil 3 kali sehari dari 3 kolam yang digunakan dan diolah data tersebut dengan cara merata-ratakan data hasil pengukuran parameter yang telah ditentukan menggunakan alat hitung manual.

 Gambar

 

Tentang max_you

everythink is ok
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar